LIGA Musim RTAR (sebuah refleksi)
oleh : Ahmad Syarif Fajarul Ihsan
Satu
periode kepengurusan sudah mulai berakhir bagi Rayon-Rayon yang ada di PMII Komisariat
Sunan Kalijaga. Setahun telah berlalu dengan cepat untuk perjuangan dan
pengabdian dari sahabat-sahabati yang ada di Rayon. Jenjang kaderisasi awal
yang mereka tempuh selama 3 tahun berproses di PMII. 3 tahun belajar dan
berproses menjadi citra diri ulul albab PMII tidaklah mudah. Banyak sekali
pembelajaran-pembelajaran baik formal, non-formal dan in-formal yang didapatkan
selama berproses di Rayon. Mungkin itu lah yang dirasakan oleh sahabat-sahabati
Pengurus Rayon saat ini yang sebentar lagi akan demisioner. Angkatan 2015 yang
akan demisioner dan melanjutkan ke komisariat, angkatan 2016 yang akan menjadi
pengurus senior di rayon, serta angkatan 2017 yang akan menjadi pengurus untuk
pertama kalinya. Itulah normalnya. Namun ada beberapa juga yang tidak menjalani
jenjang kaderisasi secara utuh, sebagai akibat masuknya menjadi anggota PMII
sedikit terlambat. Memang banyak alasan ketidaknormalan itu, tetapi itu tidak
menjadi indikator keberhasilan kaderisasinya. Karena bukan soal seberapa lama Ia
berproses di PMII, namun seberapa besar dedikasi, pengabdian, dan perjuangannya
di PMII. Benturan-benturan yang dirasakan akan membentuk pendewasaan jiwa
sahabat-sahabati.
Jenjang
kaderisasi yang dimaksud dalam PMII adalah tingkatan-tingkatan kepengurusan
yang dilalui oleh kader-kader PMII dari urutan paling bawah menuju keatas.
Urutan tersebut dimulai dari Pengurus Rayon (PR), Pengurus Komisariat (PK), Pengurus
Cabang (PC), Pengurus Koordinator Cabang (PKC), hingga Pengurus Besar (PB)
PMII. kesemua jenjang itu adalah media bagi kader PMII untuk mengabdikan diri
dan mengamalkan ilmunya dalam menjalankan roda organisasi. Lebih mudahnya
disebut dengan mengkader diri sendiri. Karena bukanlah menjadi akhir dari
kaderisasi adalah saat masih menjadi anggota yang dibina dan dididik oleh
senior-seniornya. Namun proses kaderisasi itu akan terus berlanjut sampai
akhirnya menjadi alumni PMII. Bila melihat dengan kondisi masa perkuliahan saat
ini, maka sebuah keniscayaan bagi sahabat-sahabati kader PMII untuk berproses
hingga jenjang Pengurus Komisariat.
Berbagai
problematika pasti akan muncul dalam sebuah organisasi, tidak luput termasuk
juga PMII. Salah satunya adalah problem “Pengurus kok masih minta diurus,
harusnya sudah mengurus”, kalimat ini sering terlontar dari sebagian
sahabat-sahabati yang berproses pada sebuah jenjang kepengurusan. Selain itu untuk
menghakimi sahabat-sahabati yang kurang aktif atau masih kurang maksimal dalam
kepengurusan. Sehingga implikasinya sahabat-sahabati yang benar-benar aktif
menjadi terbebani dua kali, yaitu mengurus adik-adiknya anggota baru dan
sekaligus mengurus seangkatannya atau satu tingkat di bawahnya.
Dalam
hemat saya, kalimat diatas memiliki dua makna. Pertama kalimat tersebut bermakna apologis(pembelaan) atas egoisme
sahabat-sahabati ‘merasa aktif’ yang masih belum paham betul akan makna jenjang
kaderisasi di PMII. Menganggap bahwa ketika sudah menjadi pengurus maka sudah
pasti harus mandiri. Padahal belum tentu semua sahabat-sahabati pengurus
menyadarinya, seperti yang sudah saya singgung diatas, justru kalimat tersebut
terlontar atas keputus-asaan sahabat-sahabati ‘merasa aktif’ untuk terus
menyadarkan tanggung jawabnya sahabat-sahabati yang belum aktif. Kedua kalimat tersebut bermakna
persuasif yang bertujuan memotivasi sahabat-sahabatinya agar menyadari tanggung
jawabnya sebagai seorang pengurus yang idealnya sudah tidak menggantungkan lagi
pada orang lain.
Apabila yang mendasari
terlontarnya kalimat itu adalah makna pertama, maka condong dapat menimbulkan
efek negatif dalam kepengurusan. Kepengurusan tidak akan bisa kompak dan solid,
serta roda organisasi akan berjalan tertatih-tatih dengan hanya beberapa orang
saja. Sahabat-sahabati yang belum terbentuk mentalnya akan merespon hanya dari
sisi negatif saja. Implikasinya bukan malah membuat mereka aktif kembali,
justru akan membuat mereka tidak nyaman lagi untuk berproses di kepengurusan. Kemudian
apabila yang mendasarinya adalah makna kedua, tidak serta merta akan sepenuhnya
berdampak positif. Terdapat kemungkinan akan menjadikan sahabati-sahabati
pengurus tersebut bersifat manja dan menumbuhkan mental ‘sok orang penting’
yang hanya akan berproses bila dicari. Mental-mental tersebut tidak konstruktif
bagi organisasi. Memang beban kepengurusan akan lebih ringan, namun
inovasi-inovasi dan kreatifitas organisasi akan mandeg. Maka keluasan hati
sahabat-sahabati pengurus yang ‘merasa’ aktif sangat dibutuhkan. Boleh saja
melontarkan kalimat itu, namun lihat dulu karakter mental dari sahabat-sahabati
yang dituju. Apakah sahabat-sahabati yang mendengarnya akan menilanya sebagai
hal yang positif atau sebaliknya.
Maka dari itu refleksi-refleksi
harus terus dilakukan, menjiwai lagi nilai-nilai PMII dalam setiap sendi
kehidupan seluruh anggota dan kader PMII Apalagi di dalam musim RTAR ini, peninjauan
kembali niat sahabat-sahabati untuk berproses dan mengabdi di PMII harus
dikuatkan. Forum RTAR bukan hanya soal pergantian kepengurusan, dan juga bukan
sebagai akhir perjuangan pengurus yang akan demisioner, namun sebagai media
refleksi satu pengurusan sebelumnya, menganalisa secara kritis segala kelebihan
dan kekurangan pengurus sebelumnya, serta mentransformasikan rencana-rencana
perubahan menuju kebaikan untuk pengurus selanjutnya. Forum RTAR tidak
selayaknya sebuah analogi estafet kepemimpinan yang mencitrakan bahwa pengurus
yang sudah berakhir menyerahkan begitu saja tongkat kepemimpinan kepada
penerus-penerusnya. Namun pengurus yang demisioner tetap siap sedia untuk
membantu adik-adiknya bila dibutuhkan, menjadi pemberi saran yang konstruktif
namun tidak interventif. Perjuangan dan
pengabdian akan indah bila dilandasi keikhlasan demi terwujudnya tujuan PMII serta
berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Luar biasa pak kom
BalasHapusSubhanallah
BalasHapus